OpiniPendidikan

Konsep Taman Siwa Dalam Pendidikan Karakter Menurut Pemikiran Ki Hajar Dewantara

×

Konsep Taman Siwa Dalam Pendidikan Karakter Menurut Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Sebarkan artikel ini

Oleh :
Tanti Prasetiowati, Nuke Virgia Angela Rosi, Choziahtillah, Lukman Nulhakim
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Click Here

SEKILASINDONESIA.ID, BANTEN, OPINI – Pandangan Ki Hajar Dewantara yang mendasari tentang pendidikan dapat ditinjau melalui dasar-dasar pendidikannya yaitu kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, kemanusiaan, kekeluargaan, budi pekerti, dan keseimbangan (Haryati, 2019). Pengaruh pemikiran Ki Hajar Dewantara meluas di nusantara hingga luar negeri, Taman Siswa menjadi dasar awal pendidikan hingga menjadi acuan sistem pendidikan nasional republik Indonesia (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1991).

Pendidikan Ki Hajar Dewantara mengintegrasikan budaya nasional dengan karakter kebangsaan seperti pendidikan nasionalisme berdasarkan budi pekerti, hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air yang memiliki kepribadian melalui pembiasaan ngerti (mengerti), ngrasa (sadar), nglakoni (pencapaian). Dengan ini sebagai upaya pembinaan karakter kebangsaan kepada generasi muda (Riyanti et al., 2022).

Sistem pendidikan yang diimplementasikan oleh Ki Hajar Dewantara di Taman Siswa adalah sistem among yaitu membimbing. Proses membimbing anak didik sangat penting untuk mengantarkan kesempurnaan, keselamatan, dan kebahagiaan pada saat berkiprah di masyarakat yang penuh dengan dinamika kehidupan maka diperlukan pendidikan yang memadai. Pendidikan mampu memberi bekal manusia terkait sosialisasi nilai-nilai dan tradisi sosial dalam masyarakat berbudaya yang diwariskan. Sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan kelak memberikan kebagaiaan lahir dan batin sebagai manusia maupun anggota masyarakat dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Dewantara, 1962).

Upaya menciptakan sumber daya manusia yang bermutu dan unggul dapat dicapai melalui peningkatan kualitas pendidikan (Rizkita, K., & Saputra, 2020) yaitu dengan cara melaksanakan Tri Pusat Pendidikan. Konsep Tri Pusat Pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan keluarga, pendidikan dalam alam perguruan, dan pendidikan alam pemuda (Nurhalita, 2021).

Tripusat pendidikan adalah solusi dari pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan dapat disempurnakan melalui tiga lingkungan hidup yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan atau sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pertama lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang mendasar, pertama, dan terpenting yang dapat mempengaruhi perkembangan anak didik dan pertumbuhan budi pekerti serta karakter. Kedua lingkungan perguruan atau sekolah menjadi pendidikan posisi kedua yang mampu bertanggung jawab dalam mewujudkan anak didik untuk mencapai kecerdasan pikiran (intelektual) dan ilmu pengetahuan. Ketiga lingkungan masyakarat mampu memberikan pengaruh, perkembangan, pertumbuhan serta mengimplementasikan nilai-nilai atau kemampuan pada diri anak didik (Azizah, 2018). Dalam ketiga strategi pendidikan Ki Hajar Dewantara baik keluarga, sekolah, dan masyarakat, saling mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak didik yang sangat kuat dan penting dalam membentuk intelektual, karakter maupun akhlak (Fanny, 2020). Inilah kunci kefektifan pendidikan yang saling bekerjasama demi mewujudkan pendidikan yang berkarakter.

Teori Trikon Ki Hajar Dewantara sebagai upaya kebudayaan (pendidikan) yaitu kontinuitas, konvergensi, dan konsentris. Kontinuitas merupakan lanjutan kehidupan dan kebudayaan bangsa, kemudian konvergensi merupakan kebersamaan bangsa menuju kemakmuran dengan dasar saling menghormati, persamaan hak, dan kemerdekaan masing-masing. Dan konsentris merupakan kepribadian bangsa maupun cirikhas bangsa yang tidak boleh hilang baik itu adat istiadat dan kepribadian bangsa Indonesia (Suparlan, 2018).

Trilogi Kepemimpinan dalam filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara mempunyai makna yang mendalam, kemudian dijabarkan dalam tiga kalimat bahasa jawa : “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Ketiga kalimat ini diciptakan pada saat pendirian Taman Siswa sebagai tempat belajar pribumi pada masa penjajajhan serta mengarahkan kepada pendidik untuk mampu menginspirasi, memberikan suri tauladan dan membangkitkan motivasi anak didik (Lina Marliani, 2019). Ing ngarsa sung tuladha adalah memberikan contoh teladan yang baik dan patut untuk ditiru oleh anak didik khususnya. Ing madya mangun karsa adalah kehendak, kemauan, atau niat dan mampu memberikan ide dalam berbagai masalah yang dihadapi. Tut wuri handayani adalah pendidik mampu memberikan dorongan dan arahan di antara anak didik dan mampu menciptakan ide, kemudian di depan seorang pendidik mampu memberikan suri tauladan yang baik.

Konsep taman siswa dalam pendidikan karakter saat ini sudah menerapkan sebagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara seperti yang sudah bisa kita rasakan saat ini yaitu tut wuri handayani yang menjadi simbolis pendidikan nasional di Indonesia. Selain itu pemikiran Ki Hajar Dewantara melalui pendidikan karakter dapat ditempuh dengan tiga jalur yaitu jalur pendidikan keluarga, jalur pendidikan masyarakat, dan jalur pendidikan sekolah, ketiga jalur ini dapat mendukung dan mendorong pembentukan karakter anak bangsa yang berbudi pekerti dan berakhlakul mulia. Kualitas karakter anak bangsa yang baik dan unggul harus dipenuhi dengan saling berkontribusi satu sama lain, jika salah satunya lemah maka karakter baik anak akan melemah secara perlahan. Dengan demikian Ki Hajar Dewantara membimbing kita untuk saling menguatkan satu sama lain mengenai pendidikan atau belajar itu sangat penting dalam membangun karakter anak yang berbudaya, nasionalisme, mandiri, bergotong royong, bertanggungjawab, jujur, dapat dipercaya, dan lain sebagainya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, F. R. (2018). Relevansi Tripusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dengan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat Lukman: 12-19. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 3(2), 152–171.

Bogdan, R. C. dan B. K. S. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Allyn and Bacon, Inc.

Dewantara, K. H. (1962). Pendidikan. Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Ensiklopedia Nasional Indonesia. (1991). Cipta Adi Pustaka.

Fanny, A. M. (2020). Sinergitas Tripusat Pendidikan Pada Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Di SD Dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara. Jurnal Pendidikan Dasar, 4(2), 2020. https://journal.unesa.ac.id/index.php/jpd

Griffin, P., & Care, E. (2015). Assessment And Teaching Of 21st Century Skills: Methods and Approach. Springer.

Haryati. (2019). Pemikiran Ki Hajar Dewantara: Studi Tentang Sistem Among Dalam Proses Pendidikan. Uwais Inspirasi Indonesia.

Kawuryan, S. P. (2019). Relevansi Konsep Pemikiran Pendidikan Dan Kebudayaan George S. Counts dan Ki Hajar Dewantara Dengan Kompetensi Peserta Didik Abad 21. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 16(2), 175–186. https://doi.org/https://Doi.Org/10.21831/Js.V16i2.22045

Lina Marliani, R. D. D. (2019). Menakar Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara di Era Globalisasi. Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi, 10(2), 81–87.

Lincoln, D. and Y. (1994). Handbook of Qualitative Research. Sage.

Mirzaqon.T, A. dan B. P. (2017). Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori dan Praktik Konseling Expressive Writing. Jurnal BK Unesa, 8(1).

Nurhalita, N. (2021). Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara pada Abad ke 21. JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 3(2), 298–303.

Riyanti, D., Irfani, S., Prasetyo, D., Terbuka, U., Yogyakarta, U. N., Tinggi, S., & Ambarrukmo, P. (2022). Pendidikan Berbasis Budaya Nasional Warisan Ki Hajar Dewantara. JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 4(1), 345–354.

Rizkita, K., & Saputra, B. R. (2020). Bentuk Penguatan Pendidikan Karakter Pada Peserta Didik Penerapan Reward dan Punishment. Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(2), 69–73.

Sari, M. (2020). Penelitian Kepustakaan ( Library Research ) dalam Penelitian Pendidikan IPA. Jurnal Penelitian Bidang IPA Dan Pendidikan IPA, 6(1), 41–53.

Schinkel, A. (2021). Wonder And Education On The Educational Importance Of Contemplative Wonder. Great Britain.

Setiawan, A. A. dan J. (2018). Metodologi Penelitian kualitatif. CV Jejak.

Soeratman, D. (1981). Ki Hajar Dewantara. Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Subagyo, K. S. (2016). Ki Hajar Dewantara: Menawarkan Masa Depan. Pohon Cahaya.

Suhartono Wiryopranoto, Nina Herlina, Djoko Marihandono, Yuda B Tangkilisan, T. M. K. N. (2017). Ki hajar dewantara “Pemikiran dan Perjuangannya” (D. Marihandono (Ed.)). Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukri, Trisakti Handayani, A. T. (2016). ANALISIS KONSEP PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER. Jurnal Civic Hukum, 1(1), 33–41.

Suparlan. (2018). Pemikiran Ki Hajar Dewantara Terhadap Pendidikan. Jurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 71–86. https://doi.org/https://doi.org/10.36088/fondatia.v2i1.117

Suprapno, Herwati, Yosep Belen Keban, Titin Nurhidayati, Triyo Supriyatno, I Putu Yoga Purandina, Akhsin Ridho, Fridiyanto, Muhammad Rafii, Ridan Umi Darojah, Vivid Rohmaniyah, H. A. (2021). Pengantar Ilmu Pendidikan. CV Literasi Nusantara Abadi.

*) Artikel ini tayang di media Sekilas Indonesia, Senin (06/06/2022), Reporter : Usep Setiana.

 

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d