Opini

Resolusi Jihad dan Tantangan Kebangsaan

×

Resolusi Jihad dan Tantangan Kebangsaan

Sebarkan artikel ini

OPINI – Sejarah telah mencatat bahwa kaum sarungan (santri dan kiyai) memiliki andil yang sangat besar dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mereka rela berkorban pikiran, harta bahkan darah demi mengusir para penjajah yang tamak kekuasaan terhadap bumi pertiwi.

Salah satu peristiwa yang paling heroik adalah peperangan yang memuncak pada 10 November 1945 di Surabaya antara kaum santri dengan koalisi Belanda Inggris. Pada saat itu, resolusi jihad yang difatwakan oleh Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari untuk membela tanah air dari ancaman-ancaman pihak asingtelah membangkitkan gairah juang para santri dan kiyai.

Click Here

Mereka terjun ke medan perang untuk melawan agresi militer penjajahmeskipun dengan senjata seadanya. Mereka yakin bahwa pertempuran tersebut adalah perang suci, pulang sebagai pemenang atau dikenang sebagai syahid. Meskipun banyak santri yang gugur sebagai syuhada, namun peperangan tersebut menjadi batu loncatan kokohnya eksistensi bangsa sampai detik ini.

Olehnya itu, merupakan tanggungjawab bagi setiap kaum sarungan untuk mengisi, memelihara dan menjaga negeri ini sebagai warisan para kiyai dan santri terdahulu.

Kobaran jihad yang mereka hidupkan untuk melindungi kehormatan bangsa mesti diaktualisasikan berdasarkan konteks kebutuhan dan tantangan yang Indonesia hadapi saat ini sebagai esensi nilai yang mereka perjuangkan.

Neo Jihad

Kita tau bahwa sebelum fatwa jihad tersebut dikumandangkan sampai sekarang, status Indonesia sebagai negara merdeka telah disandang, namun faktanya kondisi bangsa di era globasi saat ini sejatinya masih dikepung oleh beragam neo imperialisme dalam berbagai arah.

Dalam hal ini, ancaman yang paling serius bagi negara adalah munculnya gerakan-gerakan yang mengusung ideologi konservatif-radikal dan ateis-komunis untuk menumbangkan Pancasila sebagai asasbangsa. Misalnya adalah paham khilafah yang bercita-cita untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara Islam serta paham komunisme yang jauh dari nilai-nilai ketuhanan.

Meskipun secara hukum gerakan-gerakan ini terlarang bahkan legalitas terhadap organisasi/kelompok yang menjadi payung paham tersebut telah dicabut, namun penyebaran dan kaderisasinya di akar rumput hingga kampus-kampus masih tetap berlanjut sampai sekarang terutama mereka yang merindukan khilafah Islamiyah di negeri ini.

Menjalarnya paham-paham tersebut di tengah masyarakatlambat laun berhasil merubah citra bangsa yang awalnya lantang terhadap kemanusian dan keadilan, perlahan menjadi rawan penindasan.

Mulanya dikenal sebagai negeri yang ramah dan toleran, menjadi negeri yang kaku dan intoleran. Wajah Indonesia semacam ini mengindikasikan bahwa prinsip-prinsip agama dan kearifan lokal yang mengkristal dalam Pancasila dan UUD 1945 sedang diusik eksistensinya.

Dalam kondisi seperti itu, implementasi resolusi jihad seorang santri tidak lagi dituntut untuk mengangkat senjata dalam membela dan membentengi negara sebagaimana pada awal kemerdekaan, namun bingkai perjuangan yang mesti diwujudkan adalah gerakan-gerakan tandingan dalam rangka menghalau doktrinisasi ideologi-ideologi tersebut.

Dengan demikian, kehadiran santri dalam masyarakat sangat krusialsebagai individu-individu yang hidup dekat bersama rakyat. Mereka diharapkan terlibat aktif untuk memberikan edukasi tentang urgensi Pancasila dalam berbangsa dan bernegara serta bahaya dari pemikiran-pemikiran yang anti terhadapnya. Bukan hanya dimediasi oleh mimbar masjid dan pengajian jamak, namun juga melalui dialog dan diskusi di ruang-ruang publik bahkan rumah ke rumah.

Tugas dan misi mulia tersebut hanya dapat direalisasikansecara maksimal manakala para santri dibekali wawasan kebangsaan yang cukup serta penguatan ideologi Pancasila sejak dini.

Dalam hal ini, pondok pesantren sebagai lembaga sentral bagi pendidikan santri memiliki peran yang sangat vital serta tanggung jawab besar dalam mengaktualkan hal tersebut.

Pondok pesantren perlu memodifikasi kurikulum materi pelajarannya dengan memberikan ruang yang cukup untuk pendidikan kebangsaan dan Pancasila. Bahkan kajian seputar ideologi-ideologi menyimpang tidak boleh dinafikan agar santri dapat memahami dengan baik retak dan solusi dalam menghadapinya.

Langkah ini mungkin terasa asing, mengingat tradisi pesantren yang selama ini didominasi oleh pelajaran-pelajaran klasik Islam seperti fikih, hadis dan sebagainya. Namun perlu disadari bahwa sedikit pembaharuan sangat dibutuhkan untuk menciptakan santri-santri yang mampu mengawal negeri ini dengan kolaborasi antara semangatkeagamaan dan kebangsaan.

Dalam konteks ini, perjuangan serupa pernah ditunjukkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada masa penjajahan. Pada waktu itu beliau pernah menggalakkan pelajaran bahasa Belanda di Pesantren Tebuireng karena beredarnya tulisan seorang sarjana Belanda yang menyudutkan Islam.

Meskipun banyak kiyai yang mengkritik keputusan tersebut sebab dianggap sekuler dan jauh dari tradisi keilmuan pesantren salaf, namun beliau dengan lembut menegaskan bahwa inovasi tersebut merupakan langkah terbaik agar dapat melakukan pembelaan terhadap fitnah dari luar.

Merajut perjuangan

Peringatan hari santri sejatinya bukan hanya sekedar acara seremonial belaka yang berakhir dengan doa tanpa makna. Namun, peringatan tersebut merupakan momentum yang tepat bagi seluruh kaum sarungan untuk kembali merenungi hakikat resolusi jihad yang memotori perlawanan kiyai dan santri dahulu. Dengan cara kembali membaca nilai subtantif darisejarah perjuangan mereka dan selanjutnya merenungi kondisi bangsa yang terjadi saat ini.

Gerakan ganda ini diharapkan mampu menghidupkan ruh dan spirit jihad tersebut kemudian merakitnya menjadi solusi yang relevan dengan konteks problematika yang dihadapi oleh rakyat terutama paham-paham yang meneror pilar-pilar bangsa.

Mudah-mudahan peringatan hari santri tahun ini kembali menguatkan kesadaran kita tentang tanggung jawab kolektif untuk bahu membahu dalam merawat dan melindungi negeri ini dari berbagai ancaman baik yang kasat mata maupun yang abstrak. Selamat hari santri nasional, santri hebat negeri kuat.

Penulis : Zulkifli Yunus (Kandidat Master of Hadih, Necmettin Erbakan University, Turki)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d