Opini

Corona dan Optimisme Takdir Manusia

×

Corona dan Optimisme Takdir Manusia

Sebarkan artikel ini

OPINI, SEKILAS INDONESIA – Hari ini, pandemik corona virus atau Covid-19 telah mewabah di berbagai belahan dunia dan menjadi ancaman serius bagi masyarakat global.        

 

Click Here

Lebih dari 150 negara termasuk Indonesia sedang berjuang melawan virus yang telah merenggut ribuan nyawa ini. Berbagai cara dan himbauan telah dilakukan oleh berbagai pihak demi menghentikan laju penyebaran, mengekang dan meminimalisir risiko penularan.

 

Terutama dengan cara membatasi interaksi sosial yang bersifat sementara dengan mengurangi mobilitas, berdiam di rumahtidak berkumpul, menjauhi ruang publik bahkan mengkarantina diri masing-masing meskipun yakin belum terpapar virus tersebut.

 

Meskipun himbauan bahkan fatwa telah dikeluarkan baik dari pemerintah maupun dari tokoh agama, nampaknya belum cukup kuat meyakinkan banyak orang khususnya beberapa kelompok keagamaan untuk membatasi diri dengan orang lain.

 

Salah satu faktor utamanya adalah doktrin agama tentang konsep tawakal dan takdir yang dipahaminya. Mereka adalah kelompok fatalis atau neo Jabariyah yang lantang bersuara “jangan takut pada corona, tapi takutlah pada Allah.” Mereka aktif menolak fatwa MUI dan ulama lainnya tentang penangguhan shalat Jumat dan shalat berjamaah, bahkan membentuk gerakan tandingan dengan mengajak masyarakat untuk shalat berjamaah di masjid. 

 

Mereka beranggapan bahwa virus yang tengah tersebarluas adalah ketentuan mutlak Tuhan. Mereka yang terinfeksi telah digariskan sehingga percuma bersusah payah untuk menghidar, sebab Tuhan telah membuat daftar nama yang akan terjangkit jauh sebelum virus itu ada.

 

Implikasinya mereka tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, berkumpul satu sama lain, bercengkrama di ruang-ruang terbuka bahkan menghelat majelis dalam skala akbar.

 

Reaksi seperti ini tentunya merupakan sikap yang kurang bijak, bukannya memutus rantai penyebaran, malah justru menjadi konduktor virus untuk menyasar dan menjangkaudengan cepat lebih banyak lagi korban

 

Ikhtiar, Tawakal dan Takdir

 

Dalam hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh al-Turmidzi bahwa ada seorang sahabat yang bertanya kepada beliau, “wahai Rasulullah apakah saya ikat unta saya dulu lalu tawakal kepada Allah ataukah saya lepas saja sambil bertawakal kepada-Nya?” beliau kemudian menjawab “ikatlah dulu untamu baru engkau bertawakal.” 

 

Dalam menyikapi setiap persoalan, berserah diri terhadap takdir Allah adalah sikap terakhir setelah ikhtiar yang maksimal. Semangat tawakal hadir untuk memantapkan pilihan dan aksi, bukan meligitimasi tindakan yang secara matematis melahirkan dampak buruk. 

 

Dalam konteks menghadapi bencana virus corona, tawakal mesti diposisikan sebagai respon pelengkap setelah ikhtiarmaksimal secara terukur serta penuh perhitungan. Sebab, setiap pilihan terdapat takdir Allah, memilih untuk diam dan pasrah akan menghasilkan takdir yang berbeda dengan bangkit dan melawan.

 

Mereka yang terus berkeliaran dan gentayangan lebih besar risikonya untuk terpapar virus daripada mereka yang tenang dalam kesunyian. Mobilitas massa antar/dalam daerah terutama yang ditetapkan sebagai zona merah rentan terinfeksi virus daripada memilih untuk mengasingkan diri. Dalam hal ini, sikap Umar bin Khattab dalam menghadapi penyakit menular patut dijadikan model sebagai refleksi yang tepat dalam menginterpretasikan makna tawakal dan takdir. 

 

Dimana pada suatu waktu ketika beliau beserta rombongannya dalam perjalanan menuju Syam, tiba-tiba ada kabar bahwa daerah tersebut sedang dilanda wabah menular, lantas beliau mengadakan musyawarah dengan sahabat yang lain. Hasilnya beliau memutuskan untuk menghentikan perjalanan dan kembali ke Madinah.

 

Sontak seorang panglima kaum muslimin, Abu Ubaidah bin Jarrah mempertanyakan kebijakan tersebut, “Apakah engkau melarikan diri dari takdir Allah?”dengan tegas beliau menjawab “saya lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.” 

 

Pilihan Umar bin Khattab menghindar dari daerah yang dilanda penyakit menular merupakan usaha untuk menolak pasrah tanpa ikhtiar yang logis berbasis konteks, serta menegaskan pengaruh setiap orang dalam menuntun takdirnya ke arah yang terbaik.

 

Physical Distancing

 

Dalam konteks pandemik sekarang ini, ikhtiar yang tepat dalam memeranginya sesuai keterangan para ahli adalah physical distancing, sebuah strategi yang dilandasi mitigasi komunitas.

 

Gunanya adalah untuk membatasi dan memutus rantai penyebaran Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus corona. Dalam praktiknya, setiap orang mesti membatasi dirinya dengan orang lain, mengurangi kontak langsung dengan sesama, bahkan mengisolasi diri dari keramaian. Sebagai konsekuensinyaaktivitas sehari-hari seharusnya dihabiskan hanya di rumah, tidak masuk kantor, membatalkan meeting, menunda acara, mengundur keberangkatan, bahkan menangguhkan ibadah-ibadah jamaah di samping terus menjaga kesehatan dan rajin olahraga

 

Langkah-langkah ini mesti kita tempuh demi keselamatan bersama, apalagi telahdidukung oleh fatwa ulama otoritas sebagai sosok yang diikuti dalam menerjemahkan ajaran Islam. Fatwa mereka berdasarkan perintah Nabi saw dalam menyikapi wabah menular yang sejalan dengan konsep social distancing.

 

Beliau bersabda “apabila kalian mendengar wabah tha’un (penyakit menular) melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut.” (Muttafaqun ‘Alaihi).

 

Olehnya itu, mari kita hormati dan aplikasikan himbauan pemerintah dan fatwa ulama sebagai bagian dari pengejawantahan ajaran agama dengan senantiasa ketat membatasi jarak, memelihara kebersihan, dan menjaga kebugaran.

 

Mudah-mudahan usaha tersebut mampu membebaskan negeri tercinta ini dari cengkraman Covid-19 menuju Indonesia sehat, amin ya rabbal ‘alamin.

Penulis : Zulkifli Yunus (Kordinator Apensib)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d