Uncategorized

Hidup di Dalam Bayang-bayang Penjara

×

Hidup di Dalam Bayang-bayang Penjara

Sebarkan artikel ini
Foto: Muhamad Taufik Ramdan, Mahasiswa UNTIRTA, Jurusan PERIKANAN, Fakultas PERTANIAN, Semester : V

LEBAK, SEKILASINDO.COM – Desa Muara Binuangeun merupakan Desa Nelayan yang terletak di Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak Provinsi Banten, arah tenggara Pulau Jawa menghadap ke Samudera Indonesia. Posisi di peta tersebut sudut kiri bawah arah jam 7, salah satu Desa paling barat di daerah selatan Pulau Jawa. Tepatnya, 5 jam dengan perahu dari arah barat Pelabuhan Ratu atau dari dari arah Selatan Ujung Kulon yang menuju Samudra Hindia.

Potensi Kekayaan alam Kabupaten Lebak bagian selatan khususnya memang tidak diragukan salah satunya di Desa Muara Binuangeun.

Click Here

Laut Binuangeun atau laut selatan Lebak memiliki benur lobster Kabupaten Lebak terbaik di dunia, di antaranya lobster mutiara.

Sekitar 3.000 bangkrak atau bagan kecil yang dijadikan alat tangkap khusus benur oleh para nelayan beraktifitas di Laut Binuangeun Kecamatan Wanasalam sampai laut Bagedur Kecamatan Malingping. Meski mereka tahu, bahwa kegiatan penangkapan benih lobster dapat di pidana. Mamun, terdorong oleh penghasilan yang menjanjikan, mereka tetap melakukan kegiatan penangkapan benur lobster. Dari penghasilan menangkap Benur, nelayan bisa mengantongi uang hingga Rp 2 juta per hari. Jumlah benur yang ditangkap beragam, dalam semalam 200 ekor atau lebih dari seribu ekor.

Sebelumnya mereka menangkap ikan seperti Tuna, Tongkol, Layur dan Lemuru ke tengah laut sana jaraknya sekitar 20 kilometer. Tapi pada musim paceklik mereka beralih ke benur (benih lobster) yang sudah bisa ditangkap 100 meter dari bibir pantai.

Namun, tak ayal aktifitas Penangkapan benur sama saja melawan hukum. Secara gamblang di katakan dalam PERMEN-KP ( Peraturan Menteri Kelautan Perikanan) Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan.
Pasal 2 menyebutkan larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dalam kondisi bertelur. Untuk lobster, Pasal 3 ayat 1 huruf a memperbolehkan lobster dijual dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm. Yang artinya Nelayan hingga pengepul dan semua pihak yang menjual menangkap bayi lobster bisa dipidana.

Sejauh ini Nelayan Binuangeun melakukan penangkapan benur tersebut karena permintaan dari penampung cukup tinggi. Para penampung membeli benur lobster jenis pasir Rp4.000/ekor dan jika lobster mutiara Rp40.000/ekor.
Kemudian para penampung/tengkuklak mengilegalkan benur tersebut ke luar negeri Jika bayi-benih lobster itu dijual ke luar negeri, lambat laun kekayaan laut Indonesia bisa habis. Lebih buruk lagi jika kekayaan laut kita habis dijual, lama-lama kita bisa mengimpor lobster. Bahkan banyak kasus-kasus penyulundupan/pengilegalan benih lobster hingga Milyaran Rupiah yang di batalkan oleh pihak penegak hukum di Provinsi Banten.

Dalam konteks ini, Pemerintah harus memberikan solusi terbaik untuk para nelayan bukan hanya sekedar melarang, nelayan yang selama ini mengandalkan kehidupannya dari mencari benur atau anak udang yang tidak bisa berkutik akibat adanya larangan menangkap benur. Upaya nekat mereka untuk tetap menangkap benur karena benur tidak hanya sumber pendapatan untuk menutupi kebutuhan hidup juga hingga sekarang larangan pemerintah melalui permen tersebut tidak disertai solusi. Karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) harus mengkaji ulang Permen tersebut atau memberikan solusi agar para nelayan tetap bisa hidup. pemerintah harus segera memberikan solusi terbaik jangan sampai para nelayan hidup dibalik bayang-bayang penjara. pemerintah tega melihat kondisi seperti ini. harapan besar para nelayan adanya upaya dari pemerintah agar nelayan bisa hidup.

Jum’at, (18/10/2019)

Sumber :
Muhamad Taufik Ramdan
Mahasiswa UNTIRTA
Jurusan : PERIKANAN
Fakultas : PERTANIAN
Semester : V

**(Usep)

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d