OpiniPendidikan

Menuju KLA, Sekolah Ramah Anak

×

Menuju KLA, Sekolah Ramah Anak

Sebarkan artikel ini
Kabid Pemenuhan Hak Anak Dinas PP-PA Labuhanbatu Sangkot Ritonga SH

OPINI, SEKILAS INDONESIA- Pengertian Sekolah Ramah Anak dilatar belakangi melalui Kebijakan, Kondisi Sekolah, dan Kelembagaan. Yang mendasari dari Sekolah Ramah Anak dalam kebijakan yakni Keputusan Presiden Nomor 36/1990 tentang Ratifikasi Konveksi Hak Anak (KHA), Undang-Undamg Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang -Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Perubahannya.

Latar Belakang dalam Kondisi Sekolah, dilihat kondisi waktu, anak berada di sekolah selama 1/3 waktu. Lalu, keprihatinan orang tua, keluarga, masyarakat dan Pemerintah karena kondisi anak-anak disekolah yang rawan kekerasan, keracunan, kecelakaan, kotor, kondisi gedung yang mudah rubuh jika bencana dan lain-lain. Kemudian, masih tingginya angka kekerasan disekolah.

Click Here

Selanjutnya, Faktor kelembagaan, adanya program dari Kementerian/Lembaga yang saat ini sudah berbasis sekolah dan menunjang terhadap kondisi yang di inginkan dalam SRA (Sekolah Ramah Anak). SRA merupakan salah satu indikator penting dalam Kabupaten Layak Anak.

Beberapa prinsip Sekolah Ramah Anak yakni, Non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, Penghormatan terhadap anak, dan pengelolaan yang baik.

“Selain prinsip, ada Komponen juga. Seperti kebijakan SRA (komitmen tertulis SK TIM SRA, Program yang mendukung SRA), Pelaksanaan proses belajar yang ramah anak (penerapan disiplin positif), Pendidik dan tenaga kependidikan terkait hal hak-hak anak, sarana dan prasarana yang ramah anak (tidak membahayakan anak, mencegah anak agar tidak celaka), partisipasi anak, dan partisipasi orang tua, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Stakeholder lainnya dan alumni sekolah).”ucap Kabid Pemenuhan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Labuhanbatu Sangkot Ritonga SH. Selasa (13/2/2019).

Program Berbasis Sekolah dan Inovasi Yang mendukung SRA, lanjut Sangkot, ada beberapa hal yang harus perlu dilihat dan diterapkan setiap sekolah. Yakni, Proses pengajaran menerapkan disiplin positif/tanpa kekerasan sekolah inklusif Kemdikbud/KPPPA, pangan jajan sehat dan kantin kejujuran, sekolah insan cendikia, bebas rokok dan Napza, cinta lingkungan sekolah, menjaga kebersihan dan kesehatan sekolah (Adiwiyata/sekolah hijau), dan penerapan-penerapan lainnya yang tercantum dalam SRA (Sekolah Ramah Anak).

“Dalam pelatihan Konvensi Hak Anak, beberapa faktor telah disebutkan oleh Fasilitator Sulaiman Zudi Manik. Namun, dalam program berbasis sekolah dan inovasi yang mendukung SRA tersebut harus dilaksanakan setiap sekolah. Stakeholder Sekolah Ramah Anak (SRA) semua instansi terlibat untuk berperan serta mewujudkannya.”kata Sangkot.

Ada beberapa tahapan pembentukan SRA dalam makalah pelatihan oleh Sulaiman Zudi Manik. Tahapan-tahapan itu berupa persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Pada tahap persiapan, diperlukan sosialisasi, komitmen sekolah, konsultasi dengan anak, kebijakan SRA, membentuk tim SRA. Selanjutnya, tahap perencanaan diperlukan penyusunan rencana aksi/program tahunan, merencanakan kesinambungan kebijakan, program dan kegiatan, membuat mekanisme pengaduan

“Untuk tahap pelaksanaan, melaksanakan rencana aksi/program tahunan dengan mengoptimalkan semua sumber daya termasuk dari pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, alumni dan lain-lain. Lalu, melakukan upaya pemenuhan komponen SRA. Kemudian, pemantauan dilakukan setiap 3 bulan dan evaluasi dilaksanakan 6 bulan sekali. Laporan ke gugus tugas Kabupaten Layak Anak (KLA).”jelas Sangkot.

Disamping itu, infrastruktur (sarana dan prasarana) di ruang publik yang ramah anak. Sekolah juga harus memiliki ruang bermain ramah anak (RBRA) yang dapat dimanfaatkan oleh semua anak. Ruang bermain ramah anak harus menjamin keselamatannya selama anak tersebut bermain. Ruang bermain pun harus memiliki persentase sesuai standar. “Ruang bermain harus sesuai standar dan dapat dimanfaatkan oleh semua anak. Tak hanya itu, ada rute aman dan selamat ke dan dari sekolah (RASS), serta zona penyeberangan anak.”ujarnya kembali.

Penulis : Ricky Faerdinal

Eksplorasi konten lain dari Sekilas Indonesia

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan Membaca

%d